Images for your blog codes Images for your blog codes Images for your blog codes

Sabtu, April 29, 2006

Pernikahan Dini

duh senengnya bisa dengerin ceramahnya ustadz Faudzil dari temen yg dari mesir, denger Ceramahnya Ustadz Faudzil Adzhim walau rekamannya,..hmm seru ..subhanallah bagus
ustadz ini seorang penulis spesialis buku-buku tentang pernikahan naaah kemaren temen tuh dengerin Seminar Umum bertema 'Indahnya Pernikahan Dini' yang diadakan oleh Lembaga Kajian Sosial Kemasyarakatan (LKSM) Ruhama di Kairo, Mesir, awal Juli 2005.subhanallah banyak sekali ilmu yang didapat dari beliau katanya ....mo dibagi ilmunya ga? heheh PeDe yaa..ga pa2 lah ya Lost2 dikit dijalan sebagian ceritanya hehehe...

Dalam ceramahnya beliau menegaskan katanya ` Jangan Takut menikah dini, jangan takut soal rejeki, Allah menjamin," Bahkan ada satu nasihat yang sangat indah " kalau Anda ingin kaya , menikahlah "
Ustadz Fauzil Adhim pun menambahkan, sebuah pernikahan , asalkan dilandasi iman dan niat yang ikhlas, pasti membawa berkah. ''Sungguh, dunia ini diciptakan bagi orang-orang yang kuat jiwanya dan kepribadiannya. Salah satu perwujudannya adalah berani menikah ,'' tutur penulis yang karyanya, Kupinang Engkau dengan Hamdalah dan Menuju Pernikahan Barokah, terjual lebih 100.000 eksemplar.
Ustadz Fauzil yang juga seorang psikolog lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) mengatakan, secara psikologis, usia terbaik untuk menikah adalah 18-24 tahun. Mengutip seorang sosiolog asal Amerika Serikat, ustadz Fauzil menjelaskan bahwa wanita yang menikah muda, hidupnya lebih bahagia, baik sebagai istri, ibu, maupun wanita karir. ''Jika Anda ingin sukses, menikahlah dini. Sejarah membuktikan, banyak orang besar menikah di usia dini atau saat kuliah,''

Walhasil Seminar itu mengundang tanggapan yang sangat ramai dari para jamaah yang umumnya masih belum menikah. ''Ustadz, kalo kita bicara pernikahan dini, biasanya orang selalu mengatakan hal-hal yang indah, tapi tidak membahas hal-hal yang menjadi kesulitan dan tantangan pasangan muda usia,'' tanya seorang jamaah. Menjawab pertanyaan tersebut, Ustadz Fauzil yang menikah di usia 24 tahun mengatakan, ''Yang pokok-pokok perlu kita persiapkan sebelum kita melangkah. Sedangkan yang cabang-cabang kita siapkan sambil mengayuh biduk rumah tangga tersebut, Apa pun, pada akhirnya keikhlasan seseorang menerima pasangan hidupnya apa adanya, itulah kunci kebahagiaan sebuah rumah tangga. ''Kalau masakan istri kita terlalu asin, maka keikhlasan kita menerimanya akan membuatnya terasa manis,'' ujarnya. Menurut beliau , keyakinan yang kokoh akan mengalahkan segala tantangan dan kesulitan hidup. ''Menikah adalah ladang amal saleh,'' tandasnya. Perbedaan selalu mungkin terjadi antara suami-istri.
Namun semua itu pasti bisa dicarikan jalan keluarnya. ''Inti pernikahan adalah mencari titik temu dan menyamakan gelombang antar suami-istri,'' paparnya. belia menegaskan bahwa salah satu hal terpenting untuk menjaga kelanggengan rumah tangga adalah saling merawat. ''Suami ikhlas merawat istri. Istri ikhlas merawat suami. Adakah yang lebih indah dari itu?''

nah kek nya intinya itu aja seeh tp saya pen nambahin heheh....sebab sering saya melihat waktu saya kuliah dulu, banyak temen2 yg menikah dini...ga pa2 seeh memang ada yg bisa menjalaninya Berhasiil luar biasa subhanallah seperti yang diucapkan ustadz faudzil tadi , tp ada juga yang terseok2 menjalaninya sebab mungkin kurang persiapan dari dirinya sendiri ...memang bener klo yang namanya pernikahan dini itu bisa menghindari dari Zina tapi Persiapan matang itu diperlukan karena begitu terjadi ikatan pernikahan, maka akan lahir hak dan kewajiban suami-isrri. Hak dan kewajiban ini orientasi dominannya tidak hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis, tapi justru yang paling dominan adalah orientasi pada aktualisasi ketakwaan.
Jadi, cukup logis kalau pernikahan itu dinilai bukan sekedar tali pengikat untuk menyalurkan kebutuhan biologis (ticket hubungan sexual yang sah), tetapi juga harus menjadi media aktualisasi ketaqwaan. Karena itu, untuk memasuki jenjang pernikahan dibutuhkan persiapan-persiapan yang matang; kematangan fisik, psikis, maupun spritual.

Sesungguhnya, bila ditinjau dari segi niat (menjauhi zina), hal itu sudah sesuai dengan ajaran Islam, sebagaimana firman-Nya, ?Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu merupakan perbuatan yang keji ...? (Q.S. Al-Isra 17:32). Masalahnya, apakah pernikahan yang begitu agung cukup hanya berbekal niat menjauhi zina? Kalau demikian, kedudukan institusi nikah menjadi sangat sempit; sekedar ticket hubungan sexual!!!

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa secara material masih mempunyai ketergantungan yang kuat pada orang tuanya. Jadi cukup logis kalau ada hipotesa yang menyatakan bahwa memasuki jenjang pernikahan semasa kuliah hanya akan menambah beban orang tua, juga hak dan kewajiban suami-isrri yang merupakan konsekuensi logis dari akad nikah tidak akan terlaksana secara sempurna.
Saat dikedepankan, hipotesia ini sering dibantah dengan pernyataan bahwa yang memberi dan mengatur rizki itu Allah SWT., bukan manusia, kalau kita menikah dengan niat karena Allah pasti Allah akan memberikan rizki-Nya! Seraya mengutip ayat yang berbunyi, ?Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu ... Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas pemberiannya dan Maha Mengetahui.? (Q.S. An-Nuur 24:32)

Keyakinan bahwa Allah sebagai pengatur dan pemberi rizki memang benar, bahkan ada ayat yang lebih tegas lagi, ?Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya...? (Q.S. Huud 11:6). Masalahnya, apakah rizki itu akan datang begitu saja tanpa usaha? Bukankah seekor semut pun saat akan mengisi perutnya harus berusaha keluar dari sarangnya?

Jadi, firman Allah dalam Q.S. An-Nuur 24:32 harus difahami secara menyeluruh, tidak parsial dan sporadis. Ayat ini jangan dijadikan landasan untuk berbuat nekad, tapi justru harus disikapi dengan penuh perhitungan, artinya kalau secara material belum mampu, jangan dipaksakan hanya dengan berbekal keyakinan bahwa Allah SWT. pemberi rizki.

Bersikap realistis memang perlu ya, kalau memang kita masih punya ketergantungan material kepada orang tua yang cukup kuat, alangkah bijaksana kalau pernikahan itu ditangguhkan dulu dengan tetap menjaga kesucian diri (menghindari dosa). Hal ini bisa dibaca pada ayat berikutnya ?Dan orang-orang yang tidak mampu menikah, hendaklah menjaga kesucian dirinya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. (Q.S. Annur 24:34)

Dalam riwayat Imam Muslim, Rasulullah SAW. pernah menasihati orang-orang yang belum menikah. Sabdanya, ?Wahai pemuda! Siapa di antara kamu yang sudah mencapai ba'ah (mampu menikah), maka menikahlah karena itu akan lebih menjaga mata dan kehormatanmu. Dan siapa yang belum mampu, maka shaumlah karena shaum merupakan benteng (dari perbuatan zina).?
Hadits ini mengisyaratkan bahwa Rasulullah SAW. menyarankan kepada orang yang sudah mampu agar segera menikah, sementara kepada yang belum mampu Rasul memberi jalan keluar untuk menangguhkan pernikahan yaitu dengan melaksanakan Shaum, karena shaum merupakan benteng. Ungkapan ini merupakan isyarat bahwa kita diperbolehkan menangguhkan pernikahan untuk lebih mematangkan persiapan.
Oleh karena itu, para ahli fiqih mendudukkan hukum pernikahan pada empat hukum,
1. Wajib menikah bagi orang yang sudah punya calon isrri atau suami dan mampu secara fisik, psikis, dan material, serta memiliki dorongan seksual yang tinggi sehingga dikhawatirkan kalau pernikahan itu ditangguhkan akan menjerumuskannya pada zina.2. Sunnah (thatawwu') menikah bagi orang yang sudah punya calon isrri atau suami dan sudah mampu secara fisik, psikis, dan material, namun masih bisa menahan diri dari perbuatan zina.3. Makruh (tidak dianjurkan) menikah bagi orang yang sudah punya calon isrri atau suami, namun belum mampu secara fisik, psikis, atau material. Karenanya, harus dicari jalan keluar untuk menghindarkan diri dari zina, misalnya dengan shaum dan lebih meningkatkan taqarrub diri kepada Allah dengan ibadah-ibadah lainnya.4. Haram menikah bagi mereka yang seandainya menikah akan merugikan pasangannya serta tidak menjadi kemashlahatan (kebaikan).

Kedudukan hukum yang beragam ini mengisyaratkan bahwa hukum pernikahan itu sangat kondisional. Oleh karena itu, sebelum memasuki pernikahan, kita harus mempertimbangkan kondisi yang akan dihadapi alias berpikir secara matang, jangan menyederhanakan masalah.

Kalau kita masih berstatus mahasiswa, untuk kehidupan keseharian masih mengandalkan wesel dari orang tua sebesar Rp. 150.000 per bulan, kuliah baru semester empat, IPK di bawah 2,5, dst. Maka alangkah bijaksana kalau menangguhkan dulu pernikahan sambil mendewasakan diri, dan carilah jalan keluar yang positif. Belajar yang sungguh-sungguh agar cepat selesai kuliah, cepat bekerja, cepat dewasa, dan bisa mandiri (dalam terminolgi hadits disebut al-ba'ah).

Dengan cara seperti ini, Insya Allah bahtera rumah tangga bisa dijalani dengan persiapan yang matang. Suatu aksioma menyatakan, sesuatu yang dihadapi dengan persiapan matang hasilnya akan lebih baik dibandingkan dengan tanpa persiapan.

Wallahu A'lam Bishawab(diambil sebagian dari berbagia sumber )
Nah gimana? sekarang untuk sodara2ku yang ingin menikah dini , semoga , banyak sudah persiapan dan pertimbangan dengan study dan yang lainnya ..saya ikut mendoakan ...ayooo semangaaat semangaaaaatttt...... buat yang sudah sukses dengan pernikahn dininya bagi2 ilmunya juga yaaa dan ini untuk anda



 
Images for your blog codes Images for your blog codes Images for your blog codes